Popular Posts

Monday, August 12, 2013

Ikhtilat antara Lawan Jenis

بسم الله الرحمن الرحيم
Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Pembicaraan seputar ikhtilath atau bercampur baur antara laki-laki dan perempuan dengan tanpa hijab / tabir penghalang sudah pernah kita singgung. Namun karena banyaknya penyimpangan kaum muslimin dalam perkara ini dan adanya sisi-sisi permasalahan yang belum tersentuh maka tak ada salahnya kita bicarakan dan kita ingatkan kembali.
Bukankah Rabbul Izzah telah berfirman:
وذكر فإن الذكرى تنفع المؤمنين
Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. " (Adz-Dzariyat: 55)
Dan juga dalam rangka menasihati diri pribadi dan orang lain, karena agama ini adalah nasihat, seperti kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih:
الدين النصيحة
Agama itu adalah nasihat. "
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh [1] rahimahullahu menyatakan dalam Fatawa danRasa `il nya (10/35-44) bahwa ikhtilath antara laki-laki dengan perempuan ada tiga kondisi:

Pertama: Ikhtilath para wanita dengan laki-laki dari kalangan mahram mereka, maka ini jelas dibolehkan.
Kedua : Ikhtilath para wanita dengan laki-lakiajnabi (non mahram) untuk tujuan yang rusak, maka hal ini jelas keharamannya.
Ketiga : Ikhtilath para wanita dengan laki-lakiajnabi (non mahram) di tempat pengajaran ilmu, di toko / warung, kantor, rumah sakit, perayaan-perayaan dan semisalnya. Ikhtilath yang seperti ini terkadang disangka tidak akan mengantarkan kepada fitnah di antara lawan jenis, padahal kenyataannya justru sebaliknya. Sehingga bahaya ikhtilath semacam ini perlu dijelaskan dengan membawakan dalil-dalil pelarangannya. "
Dalil secara global, kita tahu bahwa AllahSubhanahu wa Ta'ala menciptakan laki-laki dalam keadaan punya kecenderungan yang kuat terhadap wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita punya kecenderungan untuk pria. Bila terjadi ikhtilath tentunya akan menimbulkan dampak yang negatif dan mengantarkan kepada kejelekan.Karena, jiwa cenderung mengajak kepada kejelekan dan keinginan itu bisa membutakan dan membuat tuli. Sementara setan mengajak kepada perbuatan keji dan mungkar.
Dalil secara rinci, kita tahu bahwa wanita merupakan tempat laki-laki menunaikan niatnya.Penetap syariat pun menutup pintu-pintu yang mengantarkan keterkaitan dan keterpautan sepasang insan yang berlawanan jenis di luar jalan pernikahan yang syar'i. Hal ini tampak dari dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah yang akan kita bawakan di bawah ini.
1. Allah SWT berfirman:
وراودته التي هو في بيتها عن نفسه وغلقت الأبواب وقالت هيت لك قال معاذ الله إنه ربي أحسن مثواي إنه لا يفلح الظالمون
Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya kepadanya dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata, 'Marilah ke sini.' Yusuf berkata, 'Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.' Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung. "(Yusuf: 23)
Ketika terjadi ikhtilath antara Nabi Yusuf'alaihissalam dengan istri Al-Aziz, pembesar Mesir di kala itu, tampaklah dari si wanita apa yang tadinya disembunyikannya. Ia meminta kepada Yusuf untuk menggaulinya. Akan tetapi Allah SWTmelindungi Yusuf dengan rahmat-Nya sehingga dia terjaga dari perbuatan keji. Allah SWT berfirman:
فاستجاب له ربه فصرف عنه كيدهن إنه هو السميع العليم
Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui . " (Yusuf: 34)
Demikian pula bila pria lain ikhtilath dengan wanita ajnabiyah. Masing-masingnya tentunya menginginkan apa yang dicondongi oleh hawa nafsunya. Berikutnya, dicurahkanlah segala upaya untuk mencapainya.
2. Allah SWT memerintahkan orang yang beriman untuk menundukkan pandangan dari melihat wanita yang bukan mahramnya, demikian pula sebaliknya seperti termaktub dalam firman-Nya:
قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم ذلك أزكى لهم إن الله خبير بما يصنعون. وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن
Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. ' Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka ... '. " (An-Nur: 30-31)
Dalam ayat di atas, Allah SWT memerintahkan kepada kaum mukminin dan kaum mukminat untuk menundukkan pandangan mereka. Kita tahu dari kaidah yang ada, perintah terhadap sesuatu menunjukkan wajibnya sesuatu tersebut. Berarti menundukkan pandangan dari melihat yang haram itu hukumnya wajib. Kemudian Allah SWTmenjelaskan bahwa hal itu lebih bersih dan lebih suci bagi mereka. Penetap syariat tidak memungkinkan pria memandang wanita yang bukan mahramnya terkecuali pandangan yang tidak disengaja. Itu pun, pandangan tanpa sengaja itu, tidak dapat disusul dengan pandangan berikutnya. Jarir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuberkata:
سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن نظر الفجاءة, فأمرني أن أصرف بصري
Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tanpa sengaja), maka ia memerintahkan aku untuk memalingkan pandanganku. "( HR. Muslim no. 5609)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan, "Makna الفجاءة نظر adalah pandangan seorang pria kepada wanita ajnabiyah tanpa sengaja. Maka tidak ada dosa baginya pada awal pandangan tersebut, dan wajib baginya memalingkan pandangannya pada saat itu. Jika segera dipalingkannya, maka tidak ada dosa baginya.Namun bila ia terus memandangi si wanita, ia berdosa berdasarkan hadits ini. Karena RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Jarir untuk memalingkan pandangannya. Juga bersamaan dengan adanya firman Allah SWT :
قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم
Katakanlah (Ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan sebagian pandangan mata ... ' . " (An-Nur: 30) [ Al-Minhaj , 14/364]
Allah SWT memerintahkan untuk menundukkan pandangan dari lawan jenis, karena melihat wanita yang haram untuk dilihat, adalah zina.Sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
إن الله كتب على ابن آدم حظه من الزنا أدرك ذلك لا محالة, فزنا العين النظر, وزنا اللسان المنطق, والنفس تمنى وتشتهي, والفرج يصدق ذلك أو يكذبه
Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina [2], dia akan mendapatkannya, tidak bisa terhindarkan. Makazinanya mata dengan memandang (yang haram) , dan zinanya lisan dengan berbicara.Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya. "(HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657)
Dalam lafadz lain disebutkan:
كتب على ابن آدم نصيبه من الزنى, مدرك ذلك لا محالة, فالعينان زناهما النظر, والأذنان زناهما الاستماع, واللسان زناه الكلام, واليد زناها البطش, والرجل زناها الخطا والقلب يهوى ويتمنى ويصدق ذلك الفرج أو يكذبه
Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa terhindarkan.Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram) . Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang ilegal). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya. "(HR. Muslim no. 2657)
Memandang wanita yang haram teranggap zina, karena seorang lelaki merasakan kenikmatan tatkala melihat keindahan si wanita. Hal ini akan menumbuhkan sebuah "rasa" di hati si pria, sehingga hatinya pun terpaut dan pada akhirnya mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dengan si wanita. Tentunya kita maklumi adanya saling pandang antara lawan jenis bisa terjadi karena adanya ikhtilath antara lawan jenis.Ikhtilath pun dilarang karena akan berujung kepada kejelekan.
3. Allah SWT berfirman:
يعلم خائنة الأعين وما تخفي الصدور
Dia mengetahui pandangan mata yang berbahaya dan apa yang disembunyikan di dalamdada. " (Ghafir: 19)
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, "Ayat ini terkait dengan seorang pria yang duduk bersama suatu kaum. Lalu lewatlah seorang wanita. Ia pun mencuri pandang kepada si wanita. "Ibnu Abbas berkata pula," Pria itu mencuri pandang kepada si wanita. Namun bila teman-temannya melihat dirinya, ia menundukkan pandangannya. Bila ia melihat mereka tidak memperhatikannya (lengah), ia pun memandang si wanita dengan sembunyi-sembunyi. Bila teman-temannya melihatnya lagi, ia kembali menundukkan pandangannya. Sungguh Allah SWTmengetahui keinginannya dirinya. Ia ingin andai dapat melihat aurat si wanita. "( Al-Jami 'li Ahkamil Qur'an , 15/198)
Allah SWT menyifati mata yang mencuri pandang ke wanita yang tidak halal untuk dipandang sebagai mata yang berbahaya. Lalu bagaimana lagi dengan ikhtilath? Bila memandang saja dicap berkhianat sebagai suatu cap yang jelek, apalagi berbaur dan saling bersentuhan dengan wanita ajnabiyah.
4. Allah SWT berfirman:
وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى
Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliah yang dahulu. "(Al-Ahzab: 33)
Dalam ayat di atas Allah SWT memerintahkan kepada istri-istri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang suci lagi menjaga kehormatan diri untuk tetap tinggal di rumah mereka. Hukum ini berlaku umum untuk semua wanita yang beriman, karena tidak ada dalil yang menunjukkan kekhususan ayat ini hanya untuk para istri NabiShallallahu 'alaihi wa sallam . Mereka diperintah tetap tinggal di dalam rumah, kecuali bila ada kebutuhan darurat untuk keluar rumah. Lalu bagaimana bisa dikatakan bahwa ikhtilath dengan lawan jenis sebagai hal yang bisa dilakukan, sementara wanita diperintah untuk tidak keluar dari rumahnya?
Adapun dalil dari As-Sunnah yang menunjukkan tidak dibolehkannya ikhtilath, di antaranya:
1. Ummu Humaid radhiyallahu 'anha istri Abu Humaid As-Sa'idi Al-Anshari radhiyallahu 'anahu datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh aku senang shalat berjamaah bersamamu." Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:
قد علمت أنك تحبين الصلاة معي, وصلاتك في بيتك خير من صلاتك في حجرتك, وصلاتك في حجرتك خير من صلاتك في دارك, وصلاتك في دارك خير من صلاتك في مسجد قومك, وصلاتك في مسجد قومك خير لك من صلاتك في مسجدي
Sungguh aku tahu bahwa engkau senang shalat berjamaah bersamaku, akan tetapi shalatmu di kamar khususmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu. Dan shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumahmu. Dan shalatmu di rumahmu lebih baik dari shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih utama bagimu daripada shalatmu di masjidku. "(HR. Ahmad 6/371. Al-Haitsami berkata, "Rijal hadits ini rijal shahih kecuali Abdullah bin Suwaid, ia di- tsiqah -kan oleh Ibnu Hibban. "Demikian pula yang dikatakan Al-Hafizh dalam At-Ta'jil . Lihat catatan kaki Musnad Al-Imam Ahmad , 18/424, cet. Darul Hadits, Al-Qahirah)
Asy-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullahumenyatakan, "Hadits seperti ini memberi pengertian bahwa shalat wanita di rumahnya lebih utama. Jika mereka (para wanita) berkata, 'Aku ingin shalat di masjid agar dapat berjamaah.'Maka aku katakan, 'Sesungguhnya shalatmu di rumahmu lebih utama dan lebih baik.' Hal itu karena seorang wanita akan terjauh dari ikhtilath dengan lelaki yang bukan mahramnya, sehingga akan menjauhkannya dari fitnah. "( Majmu'ah Durus Fatawa , 2/274)
Beliau rahimahullahu juga mengatakan, "NabiShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda demikian sementara beliau berada di Madinah. Dan kita tahu shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan dan nilai lebih. Akan tetapi karena shalat seorang wanita di rumahnya lebih tertutup baginya dan lebih jauh dari fitnah (godaan) maka hal itu lebih utama dan lebih baik. "( Al-Fatawa Al-Makkiyyah , hal. 26-27, sebagaimana dinukil dalam Al-Qaulul Mubin fi Ma'rifati ma Yuhammimul Mushallin , hal. 570)
2. Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خير صفوف الرجال أولها وشرها آخرها, وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها
Sebaik-baik shaf (jamaah) pria adalah shaf yang awal dan sejelek-jelek shaf (jamaah) pria adalah yang akhirnya. Sebaik-baik shaf wanita adalah shaf yang terakhir dan sejelek-jelek shaf wanita adalah yang paling awal. "( HR. Muslim no. 440)
Al-Imam Nawawi rahimahullahu berkata, "Adapun shaf-shaf pria maka secara umum selama-lamanya yang terbaik adalah shaf awal, dan selama-lamanya yang paling jelek adalah shaf belakang.Beda halnya dengan shaf wanita. Yang dimaukan dalam hadits ini adalah shaf wanita yang shalat bersama kaum pria. Adapun bila mereka (kaum wanita) shalat terpisah dari jamaah pria, tidak bersama dengan pria, maka shaf mereka sama dengan pria. Yakni, yang terbaik adalah shaf yang awal sementara yang paling jelek adalah shaf yang paling akhir. Yang dimaksud shaf yang jelek bagi pria dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya, serta paling jauh dari tuntunan syar'i. Sedangkan maksud shaf yang terbaik adalah sebaliknya. Shaf yang paling akhir bagi wanita yang hadir shalat berjamaah bersama pria memiliki keutamaan karena wanita yang berdiri dalam shaf tersebut akan jauh dari bercampur baur dengan pria dan melihat mereka.Di samping jauhnya mereka dari berhubungan dengan kaum lelaki dan memikirkan mereka ketika melihat gerakan mereka, mendengar ucapannya, dan semisalnya. Shaf yang awal dianggap jelek bagi wanita karena alasan yang sebaliknya dari yang telah disebutkan. "( Syarh Shahih Muslim , 4/159-160)
Al-Imam Ash-Shan'ani rahimahullahu menyatakan, "Dalam hadits ini ada indikasi mungkin wanita berbaris dalam shaf-shaf. Dan zahir hadits ini menunjukkan sama saja baik shalat mereka itu bersama kaum pria atau bersama wanita lainnya.Alasan baiknya shaf akhir bagi wanita karena dalam keadaan demikian mereka jauh dari kaum lelaki, jauh dari melihat dan mendengar ucapan mereka. Namun alasan ini tidaklah terwujud kecuali bila mereka shalat bersama pria. Adapun bila mereka shalat dengan diimami seorang wanita maka shaf mereka sama dengan shaf pria, yang paling utama adalah shaf yang awal. "( Subulus Salam , 2/49)
Ketika setter syariat menjaga jangan sampai campur baur dan keterpautan antara pria dan wanita terjadi pada tempat ibadah, padahal dalam shalat jelas terpisah antara shaf pria dengan shaf wanita dan umumnya mereka yang datang memang ingin menghadap kepada Allah SWT, jauh dari keinginan untuk berbuat jelek, maka tentunya di tempat lain yang terjadi ikhtilath lebih utama lagi pelarangannya.
3. Zainab radhiyallahu 'anha istri Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata, RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami:
إذا شهدت إحداكن المسجد فلا تمس طيبا
Apabila salah seorang dari kalian menghadiri shalat berjamaah di masjid maka jangan ia menyentuh (memakai) minyak wangi. "( HR. Muslim no. 996)
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallambersabda:
ا تمنعوا إماء الله مساجد الله ولكن ليخرجن وهن تفلات
Janganlah kalian melarang hamba-hamba perempuan Allah dari mendatangi masjid-masjid Allah. Akan tetapi hendaklah mereka keluar rumah dalam keadaan tidak memakai wewangian. "( HR. Abu Dawud no. 565. Kata Al-Imam Al Albanirahimahullahu , "Hadits ini hasan shahih.")
Ibnu Daqiqil Id rahimahullahu berkata, "NabiShallallahu 'alaihi wa sallam melarang para wanita keluar menuju masjid bila mereka memakai wangi-wangian atau dupa-dupaan, karena akan membuat fitnah bagi pria dengan aroma semerbak mereka, sehingga menggerakkan hati dan syahwat pria. Tentunya pelarangan memakai wangi-wangian bagi wanita selain keluar menuju ke masjid lebih utama lagi (keluar ke pasar, misalnya, pent.). "
Beliau mengatakan pula, "Termasuk dalam makna wewangian adalah menampakkan perhiasan, pakaian yang bagus, suara gelang kaki , dan perhiasan. "( Al-Ikmal , 2/355)
Keluar rumah memakai wewangian saja dilarang bagi wanita, apalagi bercampur baur dengan lelaki ajnabi.
4. Usamah bin Zaid radhiyallahu 'anahumamenyampaikan hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
ما تركت فتنة بعدي هي أضر على الرجال من النساء
Tidaklah aku meninggalkan fitnah (ujian) sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi pria daripada fitnah wanita. "( HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 6880)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits di atas menyatakan wanita sebagai fitnah (ujian / cobaan) bagi lelaki. Lalu apa persangkaan kita bila yang menjadi fitnah dan yang terfitnah berkumpul di satu tempat?
5. Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhumengatakan, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إن الدنيا حلوة خضرة وإن الله مستخلفكم فيها فناظر كيف تعملون, فاتقوا الدنيا واتقوا النساء, فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء
Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau, dan sungguh Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di atasnya, lalu Dia akan melihat bagaimana kalian berbuat. Maka berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena awal fitnah yang menimpa Bani Israil dari wanitanya. "( HR. Muslim no. 6883)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallammemerintahkan orang untuk berhati-hati dari wanita. Lalu bagaimana perintah beliau ini dapat terealisir bila ikhtilath dianggap bisa? Bila demikian keadaannya maka jelaslah keharaman ikhtilath.
6. Abu Usaid Al-Anshari radhiyallahu 'anhu pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallambersabda kepada para wanita ketika ia keluar dari masjid dan menemukan para pria bercampur baur dengan mereka di jalan:
استأخرن, فإنه ليس لكن أن تحققن الطريق, عليكن بحافات الطريق. - فكانت المرأة تلصق بالجدار حتى أن ثوبها يتعلق بالجدار من لصوقها به
Berjalanlah kalian di belakang (jangan mendahului laki-laki). Karena sungguh tidak ada bagi kalian hak untuk lewat di tengah-tengah jalan, tapi bagi kalian hanyalah (bisa lewat / berjalan di) tepi-tepi jalan. "
Maka ada wanita yang berjalan menempel / merapat ke dinding / tembok sampai-sampai pakaiannya melekat dengan tembok karena rapatnya dengan tembok tersebut. ( HR. Abu Dawud no. 5272, dihasankan Al-Imam Al-Albanirahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 856 danAl-Misykat no. 4727)
Dalam hadits di atas jelas sekali larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari ikhtilath di jalanan karena akan mengantarkan kepada fitnah. Pelarangan ini juga terjadi di tempat lain.
7. Ummu Salamah radhiyallahu 'anhamenceritakan:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا سلم قام النساء حين يقضي تسليمه, ويمكث هو في مقامه يسيرا قبل أن يقوم. قال: نرى - والله أعلم - أن ذلك كان لكي ينصرف النساء قبل أن يدركهن أحد من الرجال
Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bila telah mengucapkan salam sebagai akhir shalatnya, maka para wanita yang ikut hadir dalam shalat berjamaah bersama beliau segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka. Sementara Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap diam sebentar di tempatnya sebelum dia bangkit . "
Perawi hadits ini berkata, "Kami memandang -wallahu a'lam - Rasulullah melakukannya agar para wanita sudah pulang semuanya meninggalkan masjid sebelum ada seorang lelakipun yang menemukan / bertemu dengan mereka "( HR. Al-Bukhari no. 870)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallammenghindarkan terjadinya ikhtilath antara pria dan wanita sepulangnya mereka dari menunaikan ibadah shalat di masjid. Ini jelas menunjukkan terlarangnya ikhtilath.
8. Ma'qil bin Yasar radhiyallahu 'anhu berkata dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
لأن يطعن في رأس رجل بمخيط من حديد خير له من أن يمس امرأة لا تحل له
Ditusuk kepala seorang lelaki dengan jarum dari besi itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya [3]. "( HR. Ar-Ruyani dalam Musnad nya 2/227. Al-Imam Al-Albani rahimahullahu berkata, "Hadits ini sanadnya jayyid. "Lihat Ash-Shahihah no. 226)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang laki-laki bersentuhan dengan wanita yang bukan mahramnya karena bersentuhan dengan lawan jenis memberi dampak yang jelek. Dan saling sentuh ini bisa terjadi karena adanya ikhtilath, maka pantas sekali bila ikhtilath itu dilarang karena akibat buruk yang ditimbulkannya.
Demikian beberapa dalil yang bisa dibawakan untuk menunjukkan terlarangnya ikhtilath.
Wallahu ta'ala a'lam bish-shawab .
Catatan kaki:
[1] Beliau adalah Abu Abdil Aziz Muhammad bin Ibrahim bin Abdil Lathif bin Abdurrahman bin Hasan bin Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab, semoga Allah SWT merahmati mereka semua.Beliau lahir di Riyadh, 17 Muharram 1311 H.Tumbuh dalam bimbingan langsung dari sang ayah dan pamannya Abdullah bin Abdil Lathif, seorang yang sangat alim di zamannya. Hafal Al-Qur'an pada usia 11 tahun dan mengalami kebutaan pada usia 16 tahun, namun tidak mengurangi semangatnya untuk meraup ilmu dari ulama yang hidup di masa itu. Beliau adalah mufti kerajaan Saudi Arabia di zamannya. Dari pengajaran beliau, lahirlah para ulama besar seperti Asy-Syaikh Abdullah bin Humaid, Asy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdullah Al-Qar'awi, dan selain mereka-semoga Allah SWT merahmati mereka semuanya- . Beliau wafat di bulan Ramadhan tahun 1389 H dengan mewariskan banyak karya dalam bentuk fatwa, Rasa'il dan Masa'il yang telah dicetak berjilid-jilid tebalnya. Semoga Allah SWTmerahmati beliau dan menempatkannya di surga-Nya nan luas.
[2] Yakni zina itu tidak hanya apa yang diperbuat oleh kemaluan, bahkan memandang apa yang haram dipandang dan selainnya juga diistilahkan zina. ( Fathul Bari , 11/28)
[3] Manfaat: Al-Imam Al-Albani rahimahullahuberkata setelah membawakan hadits ini, "Dalam hadits ini ada ancaman yang keras bagi orang yang menyentuh wanita yang tidak halal baginya.Ini juga merupakan dalil haramnya berjabat tangan dengan wanita, karena berjabat tangan jelas tanpa ragu terjadi sentuhan. Kebanyakan kaum muslimin di masa ini telah ditimpa musibah, bahkan di antara mereka sebagiannya adalah ahlul ilmi. Seandainya ahlul ilmi ini mengingkari hal tersebut dengan hati mereka, niscaya sebagian perkaranya jadi mudah. Akan tetapi mereka menghalalkan berjabat tangan tersebut dengan beragam cara / jalan dan penakwilan. Sungguh telah sampai berita kepada kami ada tokoh besar di Al-Azhar terlihat berjabat tangan dengan wanita, maka hanya kepada Allah SWT kita mengadukan keasingan ajaran Islam. Bahkan sebagian partai Islam berpendapat mungkin berjabat tangan dengan wanita .... "( Ash-Shahihah , 1/448-449)
(Sumber: Asy Syariah No. 45/IV/1429 H/2008, halaman 81 sd 87, Judul: Ikhtilath antara Lawan Jenis, Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah, Katagori: Niswah, URL Sumber:http:// asysyariah.com / syariah.php? menu = detil & id_online = 757 )

No comments:

Post a Comment